LIGNUM

sudah lama rupanya,
sudah lama ternyata aku berlari dari himpitan-himpitan cerita hidup dengan akhir tragis,
hingga saat aku menemukan yang benar,
aku menganggapnya terlalu benar,
terlalu benar hingga terlalu takut

aku malah menangis,
sial kenapa aku malah menangis.
padahal aku jelas sedang bahagia
aku memanggil tawa lepas yang semula entah kemana perginya,
aku kembali merasakan hangat

ini terlalu benar,
lebih dari benar hingga aku terlalu kalut
aku terlalu gentar untuk menyetujui apa yang aku rasakan

aku bahagia, sayang
tapi kenapa rasa takut ini menjalar di tubuhku, menelusuri aliran darahku hingga membuatku gemetar dan kedinginan?

pun pertama kali pikirmu,
adalah dia yang belum kau rela lepas
pun kedua kali pikirmu,
masih dia yang tidak bisa kau paksa pergi
pun ketiga kali pikirmu,
tetap dia yang selalu tinggal walau meninggal

aku tentulah bukan sebuah pilihan dari pilihan yang kau pilih pilah pilu,
ingin rasanya ku meminta dan meraup letihmu sakitmu lemahmu sakitmu teriakanmu sakitmu eranganmu sakitmu marahmu semua yang kamu,
kamu tahu,
hingga kelu,
tapi semua yang kamu pun..
tetap saja mau

kamu menatap genangan,
kamu meringis, ketakutan

aku berlaku tidak adil,
aku akhirnya sendiri, menggigil

terakhir kali aku bilang
"aku mencintaimu"
aku tidak mendengar kalimat apapun lagi setelahnya

sadar alam bawah sadar sadar alam tidak sadar
sadar alam bawah sadar alam tidak sadar alam bawah sadar sadar.

tertanam memang, sudah mengakar
ketakutan
ketakutan
ketakutan
aku dimakan ketakutan!

anak ibumu mengatakan pada segumpal darah yang menjadi boneka-boneka peran-peran-peran-peran,
"masih kah kau ingin kelabu? atau sudah membiru? lebam kah? atau sudah terlanjur nanah?"

sampai saat ini aku tidak mengerti,
luka itu
luka-luka itu
siapa yang buat?
kenapa sembuh tidak kunjung?
kenapa luka semakin melebar?
siapa yang bisa?
siapa yang aku percaya akan bisa?
bisa kah?
bisa kah?
BISA KAH?